Nama : Frisca Idviosa
NPM : 1A112045
Kelas : 2KA28
A.
Teori dan Arti
Penting
Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk
suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang
demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan
Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipacu oleh
bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya
kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan
melalui tiga aliran teori berikut ini
- Teori Genetis (Keturunan), Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan bakat bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
- Teori Sosial, Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
- Teori Ekologis, Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.
Selain
pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan
tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya
kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen,
yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses
kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut,
Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya
kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan
(b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan sebagai : k = f
(p, b, s).
B.
Tipologi Kepemimpinan
Dalam
praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang
beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut
(Siagian,1997).
- Tipe Otokratis, Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
- Tipe Militeristis, Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
- Tipe Paternalistis, Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
- Tipe Karismatik, Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
- Tipe Demokratis, Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara
implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis
bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah
yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha
menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kepemimpinan
Para
ahli yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kepemimpinan adalah Theodore
J. Kowalski, Thomas J. Lasley II, James W. Mahoney (2008). Ketiga
ahli ini memandang kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga lingkaran
variabel, yaitu variabel individu, organisasi, dan sosial. Seperti
tampak pada gambar berikut:
Keputusan
tentu diambil oleh individu. Akan tetapi keputusan itu tidaklah murni
disebabkan oleh kehendak individu tersebut, tetapi ada pengaruh dari
faktor organisasi kemudian faktor sosial yang melikupi individu
tersebut. Kowalski dkk. (2008: 25-46) menguraikan faktor-faktor dalam
tataran individu, organisasi, dan sosial.
Pada
tataran individu, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah
pengetahuan dan keterampilan, karakteristik pribadi, nilai-nilai
yang diyakini, penyimpangan, dan gaya dalam membuat keputusan.
Variabel organisasi mencakup iklim dan budaya, politik organisasi,
ancaman dan resiko, Ketidak-pastian,
kerancuan, dan pertikaian. Sedangkan yang mencakup variabel sosial
adalah kebutuhan resmi, meta –value, politik, dan ekonomi.
Dengan
pola dikotomi, berdasarkan formula Hersey
dan Blanchard serta penjelasan yang dikemukakan Kowalski dkk. di
atas, penulis bisa membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
kepemimpinan menjadi dua faktor besar yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang muncul
dari diri pemimpin, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor
yang terkait dengan karakteristik bawahan dan situasi. Termasuk
didalamnya situasi organisasi dan sosial.
- Faktor Internal, Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan.
- Faktor Eksternal, Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh karakter bawahan, di dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan, pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll. Faktor-faktor itu tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan mempengaruhinya. Jika bawahan itu adalah siswa, maka pemipimpin akan menjalan pola kepemimpinan sesuai dengan karakter siswa. Karakter siswa pun akan berbeda-beda, ada yang belum dewasa sehingga pemimpin mendekatinya dengan pendekatan pedagogi, ada pula siswa yang sudah dewasa sehingga memerlukan pendekatan andragogi. Faktor eksternal lain adalah faktor situasi. Situasi ini berkaitan dengan aspek waktu, tempat, tujuan, karakteristik organisasi dll. Bertalian dengan waktu, perkembangan ilmu dan pengetahuan mempengaruhi cara pandang dan budaya manusia. Perkembangan itu berdampak pula pada perubahan konsep kepemimpinan. Hasbi Umari (2006:1-4) memaparkan bahwa ada perkembangan dalam kepemimpinan dilihat dari konteks sosial umat Islam.
D. Implikasi Manajerial Kepemimpinan dalam Organisasi
Organisasi
apapun yang berdiri, tentu akan menggunakan konsep kepemimpinan
karena ada unsur filosofi (pandangan), harapan/tujuan, tantangan, dan
sumber daya di dalamnya. Semua faktor itu harus diatur sehingga bisa
mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan kata lain mesti ada konsep
kepemimpinan dalam organisasi.
Pada
tataran praktis-managerial, konsep kepemimpinan juga mesti diterapkan
sehinga dalam organisasi terkonsep rapi, bersinergis, dan efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar